Wajah Dua Peremajaan Kota: Ketika Gemerlap Pembangunan Ancam Tempat Tinggal Warga Miskin
Program peremajaan perkotaan seringkali dielu-elukan sebagai kunci modernisasi dan kemajuan. Janjinya adalah kota yang lebih indah, tertata, dan berdaya saing ekonomi. Namun, di balik kilau proyek-proyek ambisius ini, tersembunyi sebuah wajah lain yang seringkali pahit: ancaman serius terhadap keberadaan tempat tinggal warga miskin kota.
Inti dari program peremajaan adalah revitalisasi area kumuh atau kurang berkembang menjadi kawasan yang lebih modern dan fungsional. Tujuannya beragam, mulai dari meningkatkan nilai estetika, memperbaiki infrastruktur, hingga menarik investasi. Sayangnya, proses ini sering memicu gentrifikasi, di mana nilai properti melambung tinggi. Akibatnya, area yang dulunya terjangkau menjadi tidak lagi mampu dibiayai oleh penduduk asli, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.
Penggusuran bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penggusuran langsung terjadi saat tanah dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas baru, perkantoran, atau hunian mewah. Sementara penggusuran tidak langsung terjadi melalui kenaikan biaya hidup, sewa, atau pajak properti yang tidak lagi sanggup dipenuhi. Seringkali, kompensasi yang diberikan tidak memadai atau relokasi yang ditawarkan justru menempatkan warga di lokasi terpencil, jauh dari akses pekerjaan dan fasilitas dasar yang sudah mereka miliki.
Dampak bagi warga miskin sangatlah berat. Mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga komunitas, jaringan sosial, dan bahkan mata pencarian yang terikat pada lokasi tersebut. Perpindahan paksa dapat memperparah kemiskinan, menimbulkan trauma psikologis, dan memutus akses terhadap pendidikan atau layanan kesehatan. Alih-alih memperbaiki kualitas hidup, program ini justru menciptakan kelompok rentan baru dan memperlebar jurang kesenjangan sosial.
Untuk mencegah tragedi kemanusiaan ini, program peremajaan kota harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Penting untuk melibatkan partisipasi aktif warga sejak tahap perencanaan, memastikan ketersediaan hunian layak dan terjangkau sebagai bagian integral dari setiap proyek, serta menyediakan kompensasi yang adil dan relokasi yang manusiawi. Kerangka hukum yang kuat juga diperlukan untuk melindungi hak-hak warga miskin agar tidak mudah digusur demi kepentingan segelintir pihak.
Pembangunan sebuah kota seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya, bukan hanya sebagian. Peremajaan perkotaan yang berkelanjutan adalah yang mampu menyeimbangkan kemajuan fisik dengan keadilan sosial, memastikan bahwa kilau modernisasi tidak membutakan kita dari nasib pahit mereka yang terpinggirkan. Sebuah kota yang benar-benar maju adalah kota yang peduli pada setiap rumah, bahkan yang paling sederhana sekalipun.
