Berita  

Kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Terjadi Lagi

Jeruji Luka yang Terkuak: Mengapa Kekerasan di Lapas Tak Kunjung Usai?

Lagi-lagi, kabar pilu datang dari balik tembok Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Insiden kekerasan yang melibatkan narapidana atau bahkan dugaan keterlibatan oknum petugas kembali mencuat ke permukaan, menyoroti luka lama yang tak kunjung sembuh dalam sistem pemasyarakatan kita. Ini bukan sekadar insiden terpisah, melainkan cerminan dari akar masalah yang mengakar kuat dan terus berulang.

Akar Masalah yang Mengakar

Kekerasan di Lapas bukanlah fenomena baru, namun frekuensinya yang terus terjadi menunjukkan kegagalan sistematis. Beberapa faktor utama yang menjadi pemicu antara lain:

  1. Kelebihan Kapasitas (Overcrowding): Kondisi Lapas yang jauh melampaui kapasitasnya menciptakan lingkungan yang sesak, stres, minim privasi, dan memicu ketegangan tinggi antar narapidana. Ruang gerak yang terbatas seringkali berakhir pada konflik fisik.
  2. Keterbatasan Pengawasan dan SDM: Jumlah petugas Lapas yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana membuat pengawasan menjadi sangat longgar. Keterbatasan ini juga membuka celah bagi praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum petugas.
  3. Jaringan Narkoba dan Geng: Lapas seringkali menjadi "pasar" bagi peredaran narkoba dan tempat konsolidasi kekuatan geng narapidana. Perebutan kekuasaan atau kontrol atas "fasilitas" ilegal ini seringkali berujung pada kekerasan brutal.
  4. Minimnya Pembinaan Efektif: Program rehabilitasi dan pembinaan yang kurang komprehensif atau tidak berjalan optimal membuat narapidana tidak memiliki saluran positif untuk menyalurkan energi atau mengubah perilaku.
  5. Lemahnya Penegakan Aturan Internal: Aturan internal Lapas seringkali tidak ditegakkan secara konsisten atau adil, menciptakan impunitas bagi pelaku kekerasan, terutama jika melibatkan pihak-pihak berkuasa di dalam Lapas.

Dampak yang Menghancurkan

Konsekuensi dari kekerasan ini sangat nyata dan menghancurkan. Bagi korban, ini menambah trauma psikologis dan fisik, jauh dari tujuan pemasyarakatan untuk memperbaiki diri. Bagi sistem pemasyarakatan, ini meruntuhkan kepercayaan publik, mengikis integritas lembaga, dan memperburuk citra penegakan hukum di mata masyarakat. Lapas yang seharusnya menjadi tempat pembinaan, justru berubah menjadi sarang penderitaan baru.

Mendesak Reformasi Komprehensif

Untuk memutus lingkaran setan kekerasan ini, reformasi komprehensif adalah keniscayaan. Ini harus mencakup:

  • Pengurangan Kapasitas Lapas: Melalui alternatif pemidanaan, percepatan proses hukum, dan pembangunan Lapas baru.
  • Peningkatan Integritas dan Profesionalisme Petugas: Rekrutmen yang ketat, pelatihan berkala, peningkatan kesejahteraan, serta penindakan tegas terhadap oknum yang terlibat praktik ilegal.
  • Sistem Pengawasan Internal yang Ketat dan Transparan: Mendorong pelaporan kekerasan tanpa rasa takut dan memastikan investigasi yang independen.
  • Program Rehabilitasi yang Efektif: Memperbanyak program pendidikan, keterampilan, dan terapi mental untuk narapidana.
  • Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu: Siapapun pelakunya, baik narapidana maupun petugas, harus ditindak sesuai hukum.

Kekerasan di Lapas adalah cermin kegagalan kita dalam membangun sistem pemasyarakatan yang manusiawi dan berkeadilan. Sudah saatnya semua pihak menyadari bahwa reformasi Lapas bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama, agar jeruji besi benar-benar menjadi gerbang menuju perbaikan, bukan kuburan harapan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *