Koalisi masyarakat sipil Indonesia kembali menegaskan penolakannya terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR. Menurut kelompok ini, sejumlah pasal dalam revisi KUHAP berpotensi mengancam prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang selama ini menjadi fondasi penegakan hukum di Indonesia.
Dalam pernyataannya, koalisi menekankan bahwa revisi KUHAP tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga membawa implikasi serius terhadap kebebasan sipil. Beberapa pasal kontroversial dinilai memberi wewenang berlebihan kepada aparat penegak hukum, yang bisa memicu penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini memicu kekhawatiran publik karena rawan mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan.
Salah satu isu utama yang dipersoalkan adalah ketentuan mengenai penahanan dan penyadapan. Koalisi menilai bahwa revisi KUHAP memungkinkan aparat melakukan penahanan lebih lama tanpa pengawasan yang memadai. Selain itu, prosedur penyadapan yang lebih longgar dapat menimbulkan risiko pelanggaran privasi warga negara. “Jika aturan ini disahkan, hak-hak dasar masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang adil bisa tergerus,” ujar juru bicara koalisi.
Aksi penolakan terhadap revisi KUHAP ini telah berlangsung di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ribuan warga mengikuti demonstrasi damai, menuntut pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Selain itu, koalisi juga melancarkan kampanye online melalui media sosial untuk meningkatkan kesadaran publik tentang potensi dampak negatif revisi tersebut.
Koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa tujuan mereka bukan menolak seluruh revisi KUHAP, melainkan memastikan bahwa setiap perubahan hukum tetap memperkuat demokrasi, bukan melemahkannya. Mereka menyerukan dialog terbuka antara pemerintah, DPR, akademisi hukum, dan masyarakat agar setiap pasal yang diusulkan dapat ditinjau ulang dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Para pengamat hukum menilai bahwa revisi KUHAP memang memerlukan perhatian serius. Mereka menyoroti bahwa proses legislasi yang terburu-buru bisa menimbulkan celah hukum dan kontroversi di kemudian hari. Di sisi lain, masyarakat berharap agar DPR dan pemerintah lebih responsif terhadap aspirasi publik dan tidak hanya mengutamakan kepentingan politik semata.
Koalisi juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan kajian mendalam dan mengundang masukan dari berbagai pihak sebelum melanjutkan pembahasan. Mereka menekankan pentingnya mekanisme check and balance agar revisi KUHAP tidak menimbulkan ketidakadilan di masa depan. “Demokrasi bukan hanya tentang pemilu, tetapi juga tentang perlindungan hak-hak dasar setiap warga negara. KUHAP adalah fondasi penting untuk itu,” tegas koalisi.
Seiring tekanan publik yang terus meningkat, pemerintah dan DPR diharapkan lebih bijak dalam menyikapi revisi KUHAP. Jika aspirasi masyarakat tidak didengar, potensi konflik hukum dan krisis kepercayaan publik bisa meningkat, yang akhirnya berdampak negatif terhadap stabilitas demokrasi di Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil menutup pernyataannya dengan seruan kepada seluruh elemen bangsa untuk bersatu menjaga nilai-nilai demokrasi dan keadilan. Revisi KUHAP harus dirancang sedemikian rupa agar tetap berpihak pada rakyat, bukan semata memperluas kekuasaan aparat penegak hukum. Keseimbangan antara keamanan dan hak asasi manusia menjadi kunci utama agar hukum dapat berjalan adil dan efektif.
