Berita  

Masyarakat Pinggiran Kesulitan Air Bersih Selama Musim Kemarau

Kemarau Merana: Perjuangan Air Bersih di Garis Terdepan

Ketika kemarau menyapa, tanah retak dan sumur mengering, potret pilu muncul di berbagai pelosok negeri. Bukan di kota-kota besar yang sibuk, melainkan di garis terdepan: masyarakat pinggiran, desa-desa terpencil, dan komunitas adat yang setiap tahunnya dihadapkan pada perjuangan berat mendapatkan setetes air bersih. Bagi mereka, air bukan sekadar kebutuhan, melainkan komoditas langka yang menguras tenaga, waktu, bahkan harapan.

Realita yang Memilukan

Perjalanan panjang puluhan kilometer, dengan jeriken kosong di pundak atau kepala, adalah rutinitas harian bagi banyak perempuan dan anak-anak di daerah-daerah ini. Mereka rela mengantre berjam-jam di sumber air yang tersisa, seringkali keruh dan tidak layak konsumsi, hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Ironisnya, air yang mereka dapatkan justru menjadi pemicu berbagai penyakit, seperti diare, infeksi kulit, dan stunting, akibat sanitasi yang buruk dan minimnya akses air bersih.

Dampak kemarau tidak hanya pada kesehatan. Sektor pertanian dan peternakan, tulang punggung ekonomi masyarakat pinggiran, ikut lumpuh. Tanaman mengering, ternak mati kehausan, menghilangkan mata pencarian dan memicu kerentanan pangan. Anak-anak terpaksa putus sekolah untuk membantu mencari air, mengikis masa depan mereka demi bertahan hidup di masa kini.

Akar Masalah yang Kompleks

Krisis air bersih di daerah pinggiran bukan hanya soal musim kemarau semata. Ia adalah akumulasi dari berbagai masalah:

  1. Geografis dan Aksesibilitas: Banyak komunitas berada di daerah terpencil dengan topografi sulit, menyulitkan pembangunan infrastruktur air.
  2. Perubahan Iklim: Fenomena El Nino memperparah kekeringan, membuat musim kemarau lebih panjang dan intens.
  3. Infrastruktur Minim: Kurangnya investasi dalam jaringan pipa, sumur bor, atau penampungan air hujan yang memadai.
  4. Degradasi Lingkungan: Deforestasi dan kerusakan daerah tangkapan air mengurangi cadangan air tanah.
  5. Kebijakan yang Belum Merata: Alokasi anggaran dan perhatian pemerintah seringkali belum menyentuh secara optimal ke wilayah-wilayah terluar.

Mendesak Aksi Kolektif

Krisis air bersih di masyarakat pinggiran adalah isu hak asasi manusia dan pembangunan yang mendesak. Diperlukan aksi kolektif dari berbagai pihak:

  • Pemerintah: Mendorong kebijakan pro-rakyat yang berpihak pada masyarakat terpencil, mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur air yang berkelanjutan, dan edukasi konservasi air.
  • Masyarakat: Menggalakkan gerakan menabung air hujan, reboisasi, dan menjaga kebersihan sumber air.
  • Swasta dan Organisasi Non-Pemerintah: Berinvestasi dalam teknologi tepat guna untuk penyediaan air bersih, serta program pemberdayaan masyarakat.

Air adalah sumber kehidupan. Memastikan setiap warga negara, termasuk mereka yang berada di garis terdepan, memiliki akses terhadap air bersih adalah investasi vital bagi kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan martabat bangsa. Jangan biarkan kemarau merana terus menjadi kisah pilu yang berulang. Saatnya bertindak!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *